Kereta Ideologis


Oleh Fajar Gemilang Ramadani

Naik Kereta Api

Naik kereta api

Tut… Tut… Tut…

Siapa hendak turun?

Ke Bandung, Surabaya,

…….

Ayo ngaku, siapa tuh dibelakang, yang lagi tepuk tangan, keasyikan dengerin lagu ini. Ga usah malu deh ngaku aja. Lha wong lagunya rame ko’? Kang a salah kalo kita sedikit bernostalgia dengan lagu ini, walaupun ternyata yang baca udah terlalu tua untuk nyanyiin nya (kaya yang nulis masih muda aja, haha)

Tapi beneran ne lagu sempat trend dimasanya (maksudnya dimasa kite pade masih pada ingusan). Mungkin kalo ada chart lagu terpopuler saat itu, ne lagu minimal masuk 5 besar lah. Keren ga’ tuh. “Darimana loe bisa tau?” ada yang nanya tuh, yang duduknya dipojokan. Gue gitu loh! Kan gue termasuk penggemar lagu ini. Dan gue yakin ada banyak anak-anak lain yang ngefans ama lagu ini, terbukti di Taman Kanak-Kanak masih banyak muridnya yang seneng nyanyiin lagu ini.

Ngomong-ngomong masalah kereta api, gue jadi kepikiran hal yang menarik dari alat transfortasi yang satu ini. “Apanya yang menarik? Biasa aja kok”. Ya terserah gue dong, lha wong gue yang mikir!(maksa). Walaupun gue ga pernah naik alat transportasi ini, tapi menurut apa yang gue amati dan gue teliti dari berbagai sumber yang telah gue dapat, dari semua maklumat yang hinggap di otak gue dari berbagai media yang pernah gue baca, lihat dan dengar, mulai dari TV, radio, koran, majalah, tabloid, sampe kata orang, tetep alat transfortasi ini adalah unik.

Pertama, ga ada kan alat transfortasi lain selain kereta api yang bahan bakarnya batu. Pernah ga sih loe nemuin motor ato mobil yang pake batu sebagai bahan bakarnya? Ato nemuin pesawat yang ada kuli yang ngebakar batu dalam pesawat biar pesawatnya bias terbang. Ga ada kan? Hebat ga tuh?

Kedua, alat transfortasi yang satu ini adalah alat transfortasi darat terpanjang yang pernah ada. Ada kale 20 meter panjangnya. Dan semuanya terdiri dari gerbong-gerbong yang disambung dengan besi yang kuat abis. Mau berapa gerbong juga bisa, asal lokomotif nya aja tahan nariknya. Dan tambahan keunikan lagi, kereta api satu-satunya alat transfortasi darat yang cuma punya rem depan. Unik ga tuh?

Dan lagi, ga ada istilah kereta api ban nya bocor (haha). Sehingga ga ada orang di pinggir-pinggir jalur kereta api yang buka volkanisir tambal ban kereta api. Jadi aman deh perjalanan loe. Loe ga perlu khawatir loe bakal ngedorong kereta api yang loe tumpangin gara-gara ban nya bocor.

Istimewa ga tuh yang namanya kereta api? Saking istimewanya, yang punya ide pertama kali nyiptain kereta api juga bikinin jalan khusus buat jadi jalur kereta api. Alat transfortasi lain pasti bakalan ga bias (ato paling ngga, bakalan ga enak jalannya di jalan kereta api). Dan sebaliknya kereta api ga bisa jalan selain di jalan yang udah ada buat dia jalanin. Pertanyaannya, benda apakah itu? Rel. Tepat sekali. 100 buat yang jawab tadi.

Kalo gue piker lagi (kebanyakan mikir loe, lihat tuh rambut loe jadi ubanan) manusia itu mirip dengan kereta api. “Nah lo, mirip apanya? Apa gara-gara sama-sama ga ada yang buka tambal ban manusia, kan manusia juga ga punya ban?” Hush, ngawur. Manusia dari dulu emang ga ada yang pake ban. “Trus apanya dong yang sama?”

Lihat deh manusia, kalo dia mau melakukan sesuatu pasti ada sesuatu yang menggerakkan dirinya untuk melakukan hal tersebut. Contohnya, kalo ada yang tahut sama anjing, pasti dia ga bakalan mau deket-deket sama anjing. Pokoknya kalo ada anjing orang yang lagi dinas jaga di depan rumah majikannya, kalo dia lewat situ pasti bawaannya mau cepet-cepet menjauh dari rumah tadi. Sama aja, kalo ada orang yang gam au mabok, karena tahu kalo mabok itu haram hukumnya. Sama juga dengan orang yang ga mau pacaran pranikah karena tahu pacaran pranikah itu serupa dengan mendekati zina.

“Apa samanya coba dengan kereta api? Ga ada nyambung-nyambungnya!” Siapa bilang ga ada persamaannya. Kereta itu ga bakalan bisa jalan kalo ga ada mesin yang menggerakkannya. Dan mesinnya itu adalah lokomotifnya. Kalo ga ada lokomotif semewah apapun tuh kereta, bakalan jadi pajangan. Sama kaya manusia, manusia ga akan melakukan suatu perbuatan kalo ga ada pemahaman tentang perbuatan tersebut. Kalo suatu perbuatan dianggapnnya sebagai hal yang harus dia lakukan, maka dia akan melakukannya. Sebaliknya kalo menurutnya perbuatan itu tak seharusnya dia lakukan dan kalo dia lakukan bakalan membahayakan dirinya, pasti dia bakalan ga ngelakuinnya. Lokomotifnya manusia adalah mindset (ato bahasa keren lainnya adalah paradigma) manusia itu sendiri. Paradigma yang menstimulus seseorang untuk berbuat apa yang menurutnya harus ia lakukan dan meninggalkan apa yang seharusnya tidak ia kerjakan.

Lokomotif itu adanya di depan. Belum ada sejarah kereta api dengan lokomotif berada di belakang gerbong terakhir. Sama kaya paradigma, selalu menjadi imam bagi tiap individu manusia. Dia yang menyetir kehidupan manusia. Dia yang menjadi kapten yang mengomando setiap perbuatan manusia. Dan manusia selalu berjalan dibelakang paradigmanya, mengikuti paradigm kemana pun paradigma itu pergi.

Pertanyaannya, bukankah tiap perbuatan manusia akan di hisab dan akan mendapat balasan? Dan perbuatan manusia ditentukan oleh paradigmanya? Berarti selamat atau tidaknya manusia di hari perhitungan dan hari pembalasan tergantung dari paradigmanya dong? Trus, kalo mau selamat paradigma yang bagaimana yang bisa menuntun kita biar selamat di hari pembalasan?

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiyaa’ : 107)

Allah emang sayang banget sama kita, pertanyaan kita dengan lugas dijawab oleh satu-satunya sesembahan yang layak untuk disembah. Allah telah memberikan kita petunjuk yang luar biasa, satu-satunya petunjuk yang mampu menyelamatkan kita di hari pembalasan. Satu-satunya petunjuk yang mampu mengantarkan kita ke tempat peristirahatan terbaik yang pernah ada, syurga.

Petunjuk itu adalah Islam. Islam lah sebenar-benarnya lokomotif, sebenar-benarnya paradigm. So, petunjuk itu sudah ada di depan kita kawan, tinggal bagaimana kita mau atau tidak untuk menggapai dan menjemputnya.

Wallahu ‘alam

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar